DPR RI Rabu (25/2) malam mengundang pengurus PWI Pusat, majalah Tempo, Gatra, Waspada, Sinar Indonesia Baru, Medan Pos, dan Sumut Pos untuk mendengar dan mendapatkan informasi secara langsung kejadian unjuk rasa di Gedung DPRD SU yang menewaskan Ketua DPRD SU Drs H Azis Angkat, MSP.
Pemred Waspada menugaskan H. Sofyan Harahap untuk menghadiri undangan DPR RI itu. Pada awalnya saya memang tidak begitu antusias menghadiri undangan DPR RI ini, namun karena diberi mandat dan penugasan langsung dari Pemred membuat saya harus menyiapkan bahan-bahan, bilamana nanti diperlukan.
Betul saja. Ternyata, anggota DPR RI khususnya Tim Investigasi Komisi III, saya nilai, belum begitu mendalami duduk persoalan dan kejadiannya. Sehingga pimpinan sidang Mayasyak Johan, dan anggota dewan lainnya H Asnawi Mardani dan kawan-kawan terkesan ’’manggut-manggut’’ saat Waspada (H. Sofyan Harahap), Tempo (Toriq Hadad), Gatra (Heddy Lugito) memberi penjelasan seputar kronologis peristiwa yang dirangkum sesuai liputan medianyamasing-masing.
Konon, pertemuan dengan Komisi III ini tidak boleh diliput wartawan. Sifatnya tertutup,
dan semua yang hadir, khususnya media yang diundang, katanya diberi kebebasan berbicara dan dijaga kerahasiaan, serta diberi kekebalan untuk mengungkapkan apa saja yang diketahuinya dalam kaitan unjuk rasa anarkis 3 Februari lalu. Sayang, pertemuan yang seyogianya dimulai pk 19.00 molor hingga setengah jam. Agendanya pun dibagi tiga sesi.
Sesi pertama, Komisi III dari Tim Investigasi Protap bersidang dengan pengurus PWI Pusat. Sebelum acara dimulai, di ruang tunggu, Ketua PWI Margiono dkk mengatakan belum tahu betul apa yang diinginkan Komisi III.
Selanjutnya, sesi kedua, Komisi III mengadakan pertemuan dengan pimpinan redaksi SIB diwakili MD Wakkary. Juga wartawan tidak bisa meliput karena sidangnya tertutup. Baru pada sesi terakhir (ketiga), para Pemred media terbitan Medan maupun Jakarta diminta masuk.
Mengingat waktu yang sudah semakin malam, baik Waspada maupun Gatra dan Tempo hanya memaparkan hal-hal yang penting saja, terkait kasusn unjuk rasa anarkis tersebut. Di akhir pertemuan, usai dialog (tanya- jawab) Waspada menyerahkan artikel pendek dan kronologis dan sejumlah klipping koran Waspada yang memuat berita-berita kejadian, foto, features dan tulisan seputar Protap untuk dijadikan bahan kajian di Komisi III.
Untuk lengkapnya, materi paparan dan penjelasan Waspada yang disampaikan dan dise rahkan ke Komisi III DPR RI sbb: Assalamu-alaikum Wr Wb, selamat malam, salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati Bapak-bapak dan ibu anggota DPR RI Komisi III, pengurus PWI Pusat, Pemred surat kabar dan majalah, serta hadirin sekalian. Pertama-tama marilah kita mengucapkan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kita bisa bertemu dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III khususnya Tim Investigasi Protap pada malam ini.
Saya (Sofyan Harahap) mewakili Pemred Harian Waspada, dengan senang hati menerima undangan dari Bapak-bapak di Komisi III DPR RI untuk ’’hearing’’
dan ’’sharing’’ informasi seputar peristiwa anarkis massa pendukung Protap pada 3 Februari 2009 lalu. Sebelumnya perlu saya jelaskan bahwa peran media massa, khususnya Waspada, dalam menjalankan fungsi dan tugas jurnalistiknya, mencari dan menulis berita, maupun karya jurnalistik lainnya selalu dilandasi niat baik, ’’positive thinking’’, menjunjung tinggi kode etik jurnalistik, profesionalisme, dan idealisme pers. Kami menyadari betul adanya hak masyarakat (publik) untuk mendapatkan informasi (berita) yang benar.
Oleh karena itu, Waspada memberi prioritas pada berita-berita bernilai tinggi seperti peristiwa unjuk rasa anarkis massa pendukung Protap. Peristiwa ini tergolong ’’big news’’ dan menewaskan Ketua DPRD SU Drs H Azis Angkat, MSP saat menjalankan tugas.
Pemberitaan kami (Waspada) dalam kelanjutan (follow up) Protap bermuara pada upaya penegakan hukum, mendorong aparat hukum yang terkait khususnya kepolisian untuk bekerja keras dan profesional guna mengusut dan menuntaskan kasus Protap yang sudah menasional ini.
Itu sebabnya sejak hari pertama peristiwa Protap, Waspada tidak mengangkat keterangan Kahumas Mabes Polri yang mengatakan di media massa bahwa korban (Azis Angkat) meninggal dunia karena sakit jantung.
Keterangan Humas Mabes Polri itu kami nilai tidak proporsional, terlalu dini diucapkan pihak kepolisian, apalagi bersumber dari RS Gleni (swasta) dan belakangan diketahui bukan pula dari dokter spesialis jantung. Apalagi pada hari yang sama, 3 Februari itu, wartawan kami di lapangan mendapatkan informasi yang berlawanan.
Memang korban (Azis Angkat) pernah menderita penyakit jantung dan sudah menjalani operasi ’’bypass’’, namun hemat kami belum tentu dan tidak bisa secara gamblang memvonis korban tewas karena serangan jantung.
Kami beranggapan, setelah mendapatkan bukti-bukti dan keterangan narasumber kami yang dapat dipercaya, bahwa ’’orang sehat pun kalau diteror ribuan orang dengan cara anarkis bisa sakit jantung dan tewas’’. Itu sebabnya, Waspada terbitan 4 Februari 2009 menurunkan berita dan foto yang menggambarkan korban terlihat sangat ’’teraniaya’’.
Pemberitaan Waspada itu khususnya foto-fotonya menunjukkan fakta menegangkan bahwa telah terjadi pemukulan telak terhadap korban, dan fotonya banyak dikutip media
massa lain, baik cetak maupun elektronik terbitan Jakarta.
Pada akhirnya, Humas Mabes Polri dalam penjelasan lanjutan keesokan harinya mengakui adanya penganiayaan terhadap korban (Azis Angkat) dan pihaknya (polisi) berjanji mengusut tuntas para pelaku anarkis. Jadi, sikap kami (Waspada) jelas dan tegas untuk menggali informasi seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya demi mengungkapkan kebenaran sebagaimana motto Waspada ’’Demi Kebenaran dan Keadilan’’.
Kami menjunjung tinggi idealisme pers, berusaha keras menentang adanya kepentingan-kepentingan politik, bisnis, kelompok dll karena kami menjagab betul nilai-nilai profesionalisme pers. Kami pun akan terus berupaya mendorong semua pihak baik polisi, tim pencari fakta dan jaksa untuk serius dan bersungguh- sungguh menindaklanjuti kasus Protap ini.
Tentu kami merasa yakin dengan besarnya perhatian masyarakat ikut mengawal kinerja semua pihak terkait, termasuk peran Komisi III (Tim Investigasi) DPRRI, maka kasus besar yang memalukan dan mencederai hukum dan demokrasi ini akan dapat diusut hingga tuntas. Tidak hanya pelaku lapangan saja tetapi juga aktor intelektualnya, dan dalang-dalangnya sekalian. Sekian.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar